Jumat, 22 November 2013

SoftSkill 2

Journal I
Sebuah Sistem dan Pandangan Koginitif pada Bangunan Pengetahuan Kolaboratif dengan Wiki

Intisari
Wiki memberikan peluang baru untuk belajar dan untuk membangun pengetahuan kolaboratif serta untuk memahami prosesnya. Artikel ini menyajikan kerangka teoritis untuk menggambarkan bagaimana belajar dan membangun pengetahuan kolaboratif berlangsung. Untuk memahami proses ini, tiga aspek perlu dipertimbangkan: proses sosial difasilitasi oleh wiki, proses kognitif pengguna, dan bagaimana kedua proses saling mempengaruhi satu sama lain.
Untuk tujuan tersebut, model yang disajikan dalam artikel ini meminjam dari pendekatan sistemik Luhmann serta dari teori Piaget equilibrium dan menggabungkan pendekatan tersebut. Model ini menganalisis proses yang terjadi dalam sistem sosial wiki serta dalam sistem kognitif dari pengguna. Model ini juga menggambarkan kegiatan pembelajaran sebagai proses eksternalisasi dan internalisasi. Pembelajaran individu terjadi melalui proses internal asimilasi dan akomodasi, sedangkan perubahan wiki disebabkan kegiatan asimilasi eksternal dan akomodasi yang pada gilirannya mengarah pada bangunan pengetahuan kolaboratif.

Pendahuluan
Pendapat Menurut Para Ahli :
(Beldarrain 2006; Bryant 2006)
Baru-baru ini, berbagai alat-alat baru dan teknologi mendorong komputer-didukung kolaboratif learning (CSCL) dan didukung komputer yang bekerja kooperatif (CSCW) bermunculan dan didirikan sendiri di Internet .

(Bridsall 2007; Murugesan 2007)
Perkembangan ini sering disebut sebagai Web 2.0

(Richardson 2006)
Di satu sisi, istilah Web 2.0 menggambarkan satu set teknologi interaktif baru dan layanan pada internet .

(Kesim dan Agaoglu 2007; Kolbitsch dan Maurer 2006)
Yang sangat penting terutama dalam konteks Web 2.0 bagi para peneliti CSCL adalah integrasi yang disebut perangkat lunak sosial.

(Wagner dan Bolloju 2005; Ward 2006)
Perangkat lunak sosial mengacu pada sistem yang memfasilitasi komunikasi manusia, interaksi, dan kolaborasi dalam komunitas besar

(Wagner dan Bolloju 2005)
Weblog (blog), komunitas file-sharing, dan terutama wiki tampak semakin besar di bidang konteks sosial-software ini

(Chau dan Xu 2007)
Blog adalah website yang digunakan sebagai buku harian online


(Moore dan Serva 2007; Sweetser dan Metzgar 2007)
(Blood 2002; Maurer dan Tochtermann 2002)
 Biasanya, blog dihasilkan oleh seorang penulis tunggal atau sekelompok kecil pengguna, tetapi mereka terbuka untuk umum untuk membaca.

Penelitian psikologi telah menggambarkan proses kognitif yang bertanggung jawab untuk pembelajaran individu sebagai asimilasi dan akomodasi.
Sistem sosial bergantung pada sistem kognitif, karena tidak akan ada komunikasi tanpa kognisi. Luhmann menunjukkan bahwa sistem tertutup operasional, yaitu setiap sistem memiliki mode operasi istimewa , sistem kognitif dan sosial tidak dapat secara langsung berhubungan dengan satu sama lain. Namun demikian, sistem dapat saling mempengaruhi, misalnya, sistem wiki sosial merespon rangsangan dari sistem kognitif.

Ada 2 proses sebagai dasar untuk menyebrang perbatasan antara sosial dan sistem kognitif disebut dengan proses “eksternalisasi” dan “internalisasi”

Eksternalisasi
Untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan wiki, pertama orang harus mengeksternalisasi pengetahuan mereka (Klein 1999). Mereka melakukan ini dengan memperkenalkan informasi yang mencerminkan pengetahuan mereka sendiri. Untuk itu, pengetahuan orang itu sendiri harus disampaikan ke artikel wiki dalam bentuk yang memetakan pengetahuan seseorang.
Artikel wiki, kemudian, ada secara independen dari orang-orang yang menciptakannya, dan berkembang dengan cara yang ditentukan oleh pengetahuan masyarakat. Informasi dalam wiki berkaitan dengan pengetahuan individu kontributor: Oleh karena itu, proses kognitif seseorang diwakili dan tercermin dalam wiki. Seorang pengguna hanya mampu memberikan sesuatu ke wiki jika ia memiliki pengetahuan yang sesuai tentang topik itu.

Internalisasi
Transfer pengetahuan antar-individu dan bangunan pengetahuan kolaboratif terjadi ketika orang memiliki kesempatan untuk bekerja dengan wiki dan internalisasi informasi yang tersedia dalam wiki. Jadi orang harus memproses informasi dan mengintegrasikannya ke dalam pengetahuan masing-masing. Melalui internalisasi ini orang mengembangkan pengetahuan baru, yaitu orang menggunakan informasi wiki untuk memperluas pengetahuan mereka sendiri.

Proses motivasi dalam membangun pengetahuan
Apa yang memotivasi orang untuk terlibat dalam proses ini kolektif membangun pengetahuan? Kita tahu dari banyak skenario di mana database, forum, atau blog yang digunakan bersama untuk pertukaran pengetahuan bahwa orang sering enggan untuk menyumbangkan pengetahuan mereka sendiri karena biaya kontribusi: orang harus menuliskan informasi, mereka takut memalukan diri mereka sendiri melalui penerbitan informasi yang mungkin mengandung kesalahan, atau mereka mungkin takut kehilangan kekuasaan jika mereka berbagi informasi yang hanya mereka miliki sendiri.
Semua masalah ini dijelaskan dalam pengaturan pengetahuan pertukaran, di mana tujuan utamanya adalah untuk menggabungkan informasi dan membuatnya dapat diakses.
Orang terlibat dalam membangun pengetahuan dengan menyumbang informasi baru ke wiki dan dengan restrukturisasi artikel yang ada karena konflik kognitif. Menggunakan teori Luhmann, konflik ini dapat digambarkan sebagai iritasi.Yang harus dilakukan adalah ketika orang bekerja dengan wiki mereka harus melihat apakah pengetahuan individu mereka sendiri sesuai dengan informasi yg wiki sediakan.

Kesimpulan
Dalam artikel ini dikembangkan sebuah model yang membantu kita untuk lebih memahami bangunan pengetahuan kolaboratif dengan wiki. Untuk tujuan ini kami menggabungkan teori sistem Luhmann dengan teori kognitif Piaget. Pendekatan Luhmann sangat teliti terhadap sistem sosial, sedangkan teori Piaget terutama berfokus pada perkembangan kognitif. Akibatnya, itu jelas diperlukan untuk menguji apakah proses yang dijelaskan oleh Piaget dapat diterjemahkan ke dalam sistem sosial dalam rangka untuk lebih memahami bangunan pengetahuan kolaboratif.

Model tersebut mencoba untuk menunjukkan interaksi dari sistem wiki sosial dan sistem kognitif individu. Pertimbangan penghubung struktural sistem sosial dan kognitif ini menggambarkan bangunan pengetahuan kolaboratif dengan artefak dan mungkin pendekatan yg subur untuk penelitian CSCL.


Journal II
Kode Otomatis pada Dialog yang Berperan dalam Protokol Kolaborasi

Intisari
Meskipun protokol analisis dapat menjadi alat yang penting bagi para peneliti untuk menyelidiki proses kolaborasi dan komunikasi, penggunaan metode analisis ini dapat memakan waktu. Oleh karena itu, prosedur kode otomatis untuk peran dari kode dialog dikembangkan. Prosedur ini membantu untuk menentukan fungsi komunikatif pesan dalam diskusi online dengan mengenali penanda wacana dan frase isyarat dalam ucapan. Empat fungsi komunikatif yang utama adalah: argumentatif, responsif, informatif,  dan imperatif. Sebanyak 29 peran dialog yang berbeda ditetapkan dan diakui secara otomatis dalam protokol kolaborasi. Validitas prosedur kode otomatis telah diteliti dengan menggunakan tiga jenis analisis. Pertama, pemeriksaan perbedaan kelompok yg digunakan (peran dialog yang digunakan oleh siswa perempuan dengan siswa laki-laki). Kedua, untuk menguji validitas dari prosedur kode otomatis melalui pemeriksaan intervensi eksperimental, hasil dari prosedur kode otomatis siswa, dengan akses ke alat yang visualisasi bedasarkan tingkat partisipasi masing-masing siswa, dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki akses ke alat ini.
Akhirnya, validitas prosedur kode otomatis peran dialog telah diteliti dengan menggunakan analisis korelasi.

Pendahuluan
Pendapat Menurut Para Ahli :
(cf., De Wever et al 2006,.. Kreijns et al 2003)
Para peneliti tampaknya setuju bahwa interaksi antara anggota kelompok adalah mekanisme yang meningkatkan pembelajaran siswa selama pembelajaran kolaboratif, baik online atau tatap muka .
Selama komputer-didukung oleh  pembelajaran kolaboratif (CSCL), interaksi antara anggota kelompok dicatat dalam protokol proses kolaborasi online. Studi tentang protokol ini telah menjadi fokus dari banyak penelitian. Penelitian tentang proses kolaborasi berusaha untuk menentukan jenis interaksi berkontribusi untuk belajar siswa.

(Strijbos et al. 2006)
Analisis awal proses CSCL difokuskan pada tingkat permukaan karakteristik komunikasi, seperti jumlah pesan yang dikirim .

(Hara et al 2000;. Rourke dan Anderson 2004)
Namun, selama 15 tahun terakhir analisis yg diuraikan protokol komunikasi semakin digunakan untuk mempelajari proses kolaborasi

Dalam DAC (Undang-Undang SIstem Kode Dialog) terdapat lima fungsi sistem  komunikatif utama dalam peran dialog yaitu: (1) argumentatif (menunjukkan garis argumentasi atau penalaran), (2) Responsif (misalnya, konfirmasi, penolakan, dan jawaban), (3) Informatif (transfer informasi), dan (4) Imperatif (perintah).

1) Argumentatif
o   Peran dialog argumentatif mewakili, kausal, atau inferensial hubungan sementara antara ucapan dan penggunaan konjungsi seperti "tapi," "karena," dan "karena itu" sebagai penanda wacana.

2) Responsif
o   peran dialog responsif memiliki hubungan yg melihat ke belakang atau ke ucapan sebelumnya sementara tiga fungsi lain melihat ke depan dan memberikan informasi baru.

3) Informatif
o   peran dialog informatif adalah pernyataan transmisi informasi baru atau evaluasi.

4) Imperatif
o   peran dialog Imperatif meminta tindakan yang harus dipenuhi oleh mitra dialog. Suatu tindakan imperatif (dampak), misalnya, menunjukkan ucapan yg memerintah  dan berkaitan dengan tindakan tertentu yang harus diambil oleh anggota kelompok lainnya.

Metode dan instrumentasi
Selama studi, siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil di lingkungan CSCL pada tugas-tugas penyelidikan untuk subyek sejarah. Sebagai bagian dari studi ini, proses kolaborasi antara mahasiswa peserta ditangkap dalam file log. Sementara file log diberi kode secara manual menggunakan skema pengkodean yang berbeda, proses kolaboratif juga dapat dianalisis dengan prosedur kode otomatis.

Data dikumpulkan dalam studi sehingga merupakan korpus kolaborasi mahasiswa yang dapat digunakan untuk analisis reliabilitas dan validitas dari prosedur kode. Data dari studi ini dijadikan sebagai kesempatan untuk mengatasi reliabilitas dan validitas prosedur kode otomatis.

Hasil
Dengan membandingkan peran dialog yg dikodekan otomatis dengan yang dikodekan secara manual, menjadi jelas bahwa keadaan menangkap semua fungsi filter DAC bekerja cukup baik. Dari 210 ketidaksepakatan (21%) antara kode otomatis dan manual, 106 pesan (11%) diberi kode InfStm? oleh sistem. Filter memberikan kode ini ke pesan yang tidak cocok penanda wacana ditemukan, dan menyisakan pesan tersebut yg harus diperiksa oleh peneliti.
Meskipun pesan ini dianggap menjadi perbedaan pendapat antara prosedur kode otomatis dan manual dalam analisis reliabilitas ,dampaknya terhadap hasil penelitian akan dibatasi karena pesan tersebut akan diperiksa dan dikoreksi oleh peneliti. Perbedaan pendapat tersisa lebih parah karena mereka akan tetap diperhatikan oleh peneliti jika ia / dia tidak memeriksa protokol.

Kesimpulan
Penelitian ini menggambarkan prosedur kode otomatis, yang dapat digunakan untuk peran kode dialog  dalam protokol kolaborasi. Prosedur kode otomatis menentukan fungsi komunikatif pesan. Empat fungsi komunikatif yang utama adalah: argumentatif (menunjukkan garis argumentasi atau penalaran), responsif (misalnya, konfirmasi, penolakan, dan jawaban), informatif (transfer informasi), dan imperatif (perintah). Sebanyak 29 peran dialog yang berbeda ditentukan.
Untuk mengetahui reliabilitas dan validitas prosedur kode otomatis  dialog berperan dibandingkan dengan manual dialog. Analisis juga menunjukkan keterbatasan prosedur otomatis berdasarkan pengakuan penanda wacana atau frase petunjuk dalam ucapan. Kebanyakan kesalahan yang dibuat dalam bahasa berubah dinamis (MSN lingo, ujaran tidak masuk akal, candaan) konteks perbedaan-didefinisikan menggunakan penanda wacana yang sama. Filter DAC dapat diubah untuk menangani penanda wacana ‘baru’, tetapi hal ini membutuhkan peneliti untuk memperbarui filter dari waktu ke waktu.
Selain itu,sistem sebagai alat yang berharga bagi para peneliti untuk mempercepat proses kode, tetapi dalam beberapa kasus peneliti  perlu memeriksa dan kadang-kadang hasil kode otomatis benar. Dengan demikian prosedur kode otomatis mungkin tidak akan pernah bisa sepenuhnya menggantikan peneliti.



Journal III
Apa artinya? Pemecahan Masalah Prosedural dan Konseptual Siswa dalam Lingkungan CSCL yang Dirancang dalam Bidang Ilmu Pendidikan

Intisari
Artikel ini membahas hubungan antara pemecahan masalah prosedural dan konseptual komputer-didukung pembelajaran kolaboratif (CSCL) lingkungan yang dirancang dalam bidang ilmu pendidikan. Kontribusi artikel ini, dan pemahaman kita tentang fenomena ini, berfungsi sebagai jangkar dalam penafsiran sosial-budaya kita, dan itu berarti input khusus untuk desain dan desain ulang dari jenis lingkungan belajar.
Membahas aspek kelembagaan terkait dengan sekolah sebagai pengantar kurikulum, serta presentasi dari domain pengetahuan dan pembangunan lingkungan CSCL. Data tersebut dikumpulkan dari eksperimen desain dalam pengaturan sains di sekolah menengah, dan data video digunakan untuk melakukan analisis interaksi. Lebih khusus lagi, kita mengikuti sekelompok dari empat siswa sekolah menengah yang memecahkan masalah biologis dalam model 3D berbasis komputer didukung oleh sebuah situs web.
Jenis prosedural pemecahan masalah cenderung mendominasi interaksi siswa, sedangkan konstruksi pengetahuan konseptual hanya hadir di mana sangat diperlukan untuk melaksanakan pemecahan masalah. Berdasarkan analisis kami, kami menyimpulkan bahwa ini dapat dijelaskan oleh bagaimana domain pengetahuan disajikan dan bagaimana lingkungan CSCL dirancang, tetapi alasan utama terkait dengan aspek kelembagaan yang terkait dengan sekolah sebagai pengantar kurikulum di mana tujuannya adalah untuk mengamankan bahwa siswa benar-benar memecahkan masalah yang telah ditetapkan dalam daftar silabus.
Ini memberi beberapa tantangan tertentu, terkait dengan membuat konstruksi pengetahuan konseptual dalam pendidikan sains eksplisit dalam lingkungan CSCL, dan untuk mendorong para guru dan sekolah sebagai seorang pembebas kurikulum untuk memberikan konstruksi pengetahuan dimana nilai menjadi diprioritaskan.

Pendahuluan
Pendapat Menurut Para Ahli:
(Arnseth 2004 masalah prosedural dan konseptual, Krange 2007; Kumpulainen dan Wray 2002; Lemke 1990, Mason 2007; Moss dan Beatty 2006; Roschelle 1992; Vosniadou 1999, 2007)
Beberapa peneliti meneliti dalam cara yang berbeda yang difokuskan pada perbedaan antara pemecahan dalam sains dan matematika dari posisi teoretis yang berbeda

De Jong (2006)
artikulasi siswa atas isu-isu konseptual tetap menjadi salah satu tantangan yang paling utama untuk desain lingkungan dalam pembelajaran sains. Kami secara singkat akan melihat ke tiga dari karya tersebut, dan menggunakan ini untuk mengklarifikasi dan posisi kontribusi kami untuk memahami pemecahan masalah konseptual dan desain lingkungan CSCL dengan tujuan memperbaiki kondisi untuk jenis konstruksi pengetahuan.

Roschelle (1992)
Belajar dengan Berkolaborasi: Konvergen Perubahan Konseptual, di mana dua siswa SMA dibangun pemahaman tentang kecepatan dan percepatan dengan menggunakan simulasi komputer yang dirancang untuk tujuan ini, menggunakan perspektif sosial-konstruktivis sebagai kerangka analitis .

Lemke (1990)
Analisis mendalam tentang wacana ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan bagaimana wacana ini dibangun di dalam kelas dari waktu ke waktu, dan bagaimana wacana ini memiliki potensi yang melekat bagi guru untuk mengatur pengembangan peta konseptual siswa.

Berdasarkan posisi ini kira-kira membuat sketsa untuk mempelajari pemecahan masalah dalam ilmu prosedural dan konseptual siswa, empat pertanyaan penelitian berikut telah dirumuskan:
o   Bagaimana sekolah sebagai pengantar kurikulum memediasi bagaimana siswa memecahkan masalah disiplin di lingkungan CSCL?
o   Bagaimana domain pengetahuan tertentu memediasi bagaimana siswa memecahkan masalah disiplin di lingkungan CSCL?
o   Bagaimana model 3D berbasis komputer, dan website yang dirancang untuk mendukung hal ini, memediasi bagaimana siswa, dan guru mereka, memecahkan masalah disiplin?
o   Bagaimana sekolah sebagai pengantar kurikulum, domain pengetahuan, dan alat-alat komputer sebagai sarana budaya sementara siswa, dan guru mereka, memecahkan masalah disiplin?

Untuk jumlah pertanyaan-pertanyaan diatas,maka dianalisis bagaimana interaksi siswa disusun oleh tiga sarana utama: sekolah sebagai pengantar kurikulum, domain pengetahuan, dan alat-alat komputer sebagai jenis tertentu praktek sosial. Praktek sosial di sini harus dipahami sebagai konsep umum yang memberi kita pandangan aspek historis dan institusional, dan interaksi waktu ke waktu. Isu-isu yang dipertaruhkan adalah untuk mengidentifikasi kedua bagaimana domain pengetahuan dapat produktif dalam lingkungan pendidikan, dan mendiskusikan kemungkinan implikasi ini memiliki desain lingkungan belajar yang didukung komputer. Jadi yang disebut interaksi produktif tertib di sini dipahami sebagai interaksi yang berkontribusi untuk memecahkan masalah-berorientasi konseptual.

Selain itu, guru menerima beberapa pelatihan dasar menggunakan alat menjelang pengaturan pendidikan.
Pendistribusian lokasi siswa dan guru mereka di ruangan yang berbeda diilustrasikan pada Gambar. 1.
Hal ini penting untuk melihat bahwa model 3D berbasis komputer, dan website yang dirancang untuk mendukung, bekerja sebagai obyek bersama selama siswa, dan proses pemecahan masalah guru mereka.

Kesimpulan
Konstruksi pengetahuan siswa dalam ilmu terutama sangat berorientasi prosedural, meskipun mereka memecahkan masalah. Hanya ada bibit untuk konstruksi pengetahuan lebih berorientasi konseptual, meskipun ini telah menjadi permintaan sepanjang seluruh proses pemecahan masalah. Jika kita meringkas data, ada satu masalah bawahan utama. Catatan yang paling penting adalah untuk memecahkan masalah,diprioritaskan, mengikuti alur untuk membantu profesor dan memahami domain pengetahuan.
Para siswa dan guru mereka memperoleh pengetahuan tentang aspek-aspek prosedural dari domain pengetahuan dan konsep-konsep sehari-hari yg dikembangkan dengan mengacu pada representasi dalam model 3D, tetapi mereka tidak berhasil untuk mempertimbangkan hubungan dalam arti menjadi bagian dari sistem yang lebih besar.
Sikap sosial budaya memberikan perspektif dan konsep yang membuat kita peka terhadap berlangsungnya interaksi melalui peregangan jangka pendek dan waktu lama, dimana siswa memilih dan membuat berbagai aspek dari domain pengetahuan yang relevan, tergantung pada apa yang rekan-rekan dan guru mereka minta. Penguasaan siswa dan penyisihan tugas dan alat tergantung pada apa yang menjadi interaksi yang relevan bagi mereka dalam pengaturan yang berbeda ketika mereka berpartisipasi.


Senin, 14 Oktober 2013

Softskill




Jurnal I
Sistem Pembelajaran Aplikasi Berbasis Permainan (Games) di Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Komputer: Dampak terhadap efektivitas pendidikan dan motivasi belajar siswa
Marina Papastergiou *
Lembaga Tinggi Pendidikan Jasmani dan Ilmu Olahraga, Universitas Thessaly, Karyes, 42100 Trikala, Yunani


Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai keefektifan dan daya tarik untuk mempelajari konsep memori komputer yang dirancang sesuai dengan kurikulum Sekolah Menengah Atas Ilmu Komputer  (Computer Science) Yunani  seperti membandingkan aplikasi yang serupa, meliputi tujuan pembelajaran yang sama, namun mengurangi aspek bermain “game”.
Penilitian ini juga meneliti perbedaan gender dalam keefektifan dari pembelajaran game tersebut dan daya tariknya.
Contoh 88 siswa yang secara acak ditugaskan menjadi 2 kelompok salah satunya menggunakan aplikasi permainan (Grup A,=47siswa) dan yang lain tidak menggunakan aplikasi permainan (Grup B,=41siswa). Sebuah Tes Pengetahuan tentang Komputer  digunakan sebagai tes awal dan tes akhir . Siswa juga diamati selama intervensi. Selanjutnya, setelah intervensi, pandangan siswa pada aplikasi yang telah mereka gunakan diperoleh melalui angket tanggapan. Analisis data menunjukkan bahwa aplikasi berbasis permainan lebih efektif  dalam meningkatkan pengetahuan siswa tentang komputer  dan lebih memotivasi siswa daripada aplikasi non-game. Walaupun dalam hal ini anak laki-laki memiliki pengalaman dan keterlibatan yang lebih besar dalam aplikasi permainan pada komputer . Mereka memiliki pengetahuan yang lebih besar  tentang komputer. Keuntungan belajar yang  dicapai melalui penggunaan aplikasi ini tidak berbeda secara signifikan baik anak laki-laki maupun perempuan , aplikasi permainan sama-sama memotivasi mereka.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Sekolah Menengah Atas Ilmu Komputer (CS) pendidikan dari aplikasi permainan komputer  dapat dimanfaatkan seefektif mungkin dan dapat memotivasi tanpa membedakan gender siswa.

Pendahuluan
Pendapat para ahli tentang aplikasi komputer berbasis permainan:
(Oblinger,2004)
Permainan komputer atau disebut juga “games” telah menjadi bagian dari sosial dan budaya lingkungan kita terutama untuk anak-anak dan remaja
(Downes, 1999; Harris, 1999; Mumtaz, 2001)
Kegiatan yg paling sering dilakukan dirumah untuk siapapun adalah yg berhubungan dengan komputer
(McFarlane, Sparrowhawk, & Heald, 2002)
Penelitian menunjukkan bahwa pada umur 7-16 tahun di Inggris , kebanyakan dari mereka adalah pemain game sejati
(Papastergiou & Solomonidou, 2005)
Salah satu alasan utama penggunaan internet di kalangan mahasiswa Yunani yg berusia 12-16 tahun adalah game online.
(Facer, 2003; Kafai, 2001; Kirriemuir & McFarlane, 2004)
Games menjadi peran sentral dalam kehidupan orang-orang muda di luar sekolah dan memegang daya tarik khusus yang ada didalamnya.
(Malone, 1980)
Karakteristik permainan berkontribusi terhadap tantangan, fantasi dan rasa ingin tahu.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai keefektifan belajar dan daya tarik untuk mempelajari konsep memori komputer, yang dirancang atas dasar kurikulum CS SMA Yunani.Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan potensial dalam efektivitas belajar dan daya tarik tiap siswa.

Metode

Aplikasi tanpa adanya basis games dan dengan adanya basis games sama-sama identik untuk tujuan pembelajaran, hanya saja terdapat perbedaan daya tarik siswa terhadap dua aplikasi ini.
Percobaan untuk membandingkan 2 aplikasi ini adalah dengan cara mengikutsertakan siswa untuk mencoba menggunakan 2 aplikasi berbeda dengan tujuan pembelajaran yg sama.
·      Para siswa yang berpartisipasi dibagi menjadi 2 kelompok, grup A dan grup B. Grup A menggunakan aplikasi berbasis game dan grup B aplikasi non-game.
·      Penelitian ini diikuti dengan langkah-langkah menggunakan tes awal dan tes akhir
·      Selanjutnya pandangan siswa terhadap 2 aplikasi yang berbeda ini diperoleh melalui kuesioner (angket tanggapan) siswa terhadap aplikasi masing-masing yang mereka gunakan.

Berdasarkan literatur penelitian,hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut :
Ø Para siswa grup A menunujukkan prestasi lebih besar dalam hal pengetahuan tentang memori komputer dibandingkan grup B
Ø Para siswa grup A membentuk pandangan lebih positif pada aplikasi yg digunakan dibandingkan grup B
Ø Dalam grup A , siswa laki-laki lebih menunjukkan prestasi yg signifikan dibandingkan siswa perempuan dalam hal pengetahuan tentang komputer. Sedangkan grup B tidak menunjukkan perbedaan apapun yg signifikan

Aplikasi berbasis games

LearnMem1 adalah permainan yang sesuai dengan kurikulum CS SMA Yunani dan bertujuan memperkenalkan siswa untuk konsep dasar memori komputer.
Tujuan dari aplikasi ini adalah siswa belajar tentang :
§  bagian-bagian utama dari sistem memori komputer
§  atribut utama yg membedakan berbagai unit memori
§  proses pertukaran informasi dengan unit memori
Dalam desain permainan, unsur-unsur berikut yang menaikkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang telah diterapkan:
§  aturan
§  tujuan yg jelas tapi menantang
§  fantasi yang terkait dengan aktivitas siswa
§  tingkat kesulitan yang progresif
§  interaksi dan tingkat kontrol siswa yang tinggi
§  hasil yang tidak pasti
§  respon yang cepat dan konstruktif
LearnMem1 mendorong pembelajaran aktif dalam suatu lingkungan yang menggabungkan akses ke materi pembelajaran hypermedia, dirakit dalam bentuk halaman web, dengan bermain game. Sementara menjelajahi lingkungan game, siswa juga memiliki kesempatan untuk mencari dan menemukan informasi dalam pemecahan masalah, berpikir keras tentang konsep yang disajikan dalam materi pembelajaran dan untuk menguji pemahamannya tentang konsep tersebut.

Berikut ini adalah potongan gambar dari aplikasi permainan LearnMem1:



Aplikasi berbasis non games
LearnMem2 adalah situs pendidikan di memori komputer. Tujuan pembelajarannya identik dengan LearnMem1LearnMem2 terdiri dari tiga unit tematik, masing-masing terdiri dari materi pembelajaran dan kuis interaktif, dan sesuai dengan ruang masing-masing seperti LearnMem1. Secara khusus, setiap unit tematik terkandung pada halaman Web yang sama. Materi pembelajaran dibagi menjadi beberapa unit, masing-masing dapat diakses melalui tautan navigasi .
Mahasiswa diarahkan ke unit tematik pertama, ketika ia bisa berinteraksi dengan materi pembelajaran dan mengambil kuis masing-masing dan berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuis, ia dapat pindah ke unit tematik berikutnya. Siswa harus menyelesaikan semua unit tematik dan berhasil menjawab semua kuis. Dengan demikian, urutan dasar materi pembelajaran dan pertanyaan sama seperti pada LearnMem1. Setelah memasuki website, siswa memiliki sejumlah peluang trial (setara dengan 'nyawa' dari permainan pada LearnMem1) dan nol poin.
LearnMem2 dikembangkan menggunakan Active Server Pages (ASP) pemrograman serta perangkat lunak untuk pembuatan halaman web, pengolahan gambar dan pembuatan animasi.
Berikut adalah potongan gambar dari aplikasi LearnMem2:



Kesimpulan

Penelitian ini mengevaluasi efektivitas belajar dan daya tarik dalam permainan komputer yg ditargetkan pada pembelajaran konsep memori komputer yang diajarkan dalam bahasa Yunani SMA CS.dibandingkan dengan aplikasi serupa non-game dalam bentuk website.
Aplikasi berbasis game merupakan bentuk permainan yg mengajarkan tentang tujuan  pembelajaran yg sama dengan kurikulum yg ada. Aplikasi ini lebih bekerja efektif dalam mempengaruhi kemauan belajar siswa dibandingkan dengan aplikasi non-game. Aplikasi berbasis game juga menjadi daya tarik gender siswa laki-laki dibanding siswa perempuan karena pengetahuan mereka tentang games pada komputer yg lebih besar dibanding siswa perempuan.

sumber: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0360131508000845






Jurnal II
Apa yang mendorong sistem pendidikan yg menggunakan aplikasi elektronik berbasis internet(e-Learning) yang sukses? Investigasi berdasarkan faktor penentu yang mempengaruhi kepuasan pelajar

Intisari
E–learning muncul sebagai paradigma modern di bidang pendidikan. Di seluruh dunia, pasaran e-learning memiliki tingkat pertumbuhan 35,6 % , namun ada juga kegagalan. Salah satunya ialah mengapa banyak pengguna berhenti belajar secara online setelah pengalaman awal mereka . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan pelajar terhadap pembelajaran e-learning seperti instruktur e-learning yg tidak sesuai atau tidak nyaman. E-learning yg berkualitas tentu saja  mempengaruhi kepuasan pelajar itu sendiri. Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana lembaga meningkatkan kepuasan pelajar dan memperkuat implementasi e-learning mereka.

Pendahuluan
Pengertian E-learning menurut pendapat para ahli:
(Katz, 2000; Katz, 2002; Trentin, 1997)
e-Learning adalah penggunaan teknologi telekomunikasi untuk memberikan informasi untuk pendidikan dan pelatihan bagi para pelajar. E-learning muncul sebagai paradigm modern dalam pendidikan. Keuntungan terbesar e-learning adalah bebas dari keterbatasan ruang dan waktu antara pelajar dan struktur/pembimbing e-learning yg menjadikan jaringan sebagai media pembelajaran.
(Wu, Tsai, Chen, & Wu, 2006)
Karakteristik E-learning memenuhi persyaratan untuk belajar dalam masyarakat yg modern dan telah menciptakan permintaan yang besar dari lembaga pendidikan tinggi.
(Arbaugh, 2002; Arbaugh & Duray, 2002; Aronen & Dieressen, 2001; Chen & Bagakas, 2003; Hong, 2002; Lewis, 2002; Piccoli, Ahmad, & Ives, 2001; Stokes, 2001; Thurmond, Wambach, & Connors, 2002)
Dalam lingkungan e-Learning, beberapa faktor menjelaskan kepuasan pengguna. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi enam dimensi: siswa, guru, program, teknologi, desain sistem, dan dimensi lingkungan
Faktor Penting dalam kepuasan belajar e-learning
E-learning merupakan metode yg sering digunakan lembaga-lembaga yg berkaitan dengan jaringan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran online. Sikap positif terhadap komputer meningkatkan peluang belajar komputer sukses, dan sikap negatif mengurangi minat pelajar terhadap komputer.
Oleh karena itu, penelitian ini menganggap sikap pelajar terhadap komputer merupakan faktor penting dalam kepuasan belajar. Berikut adalah hipotesis tentang asumsi ini:
·      Sikap pelajar terhadap komputer akan berpengaruh positif  tentang kepuasan pelajar dengan e-learning.
·      Sikap khawatir dari pelajar terhadap komputer akan berpengaruh negatif terhadap e-learning
·      Pelajar yg sering menggunakan internet akan mempengaruhi persepsi pelajar terhadap e-learning
·      Respon dari instruktur/pembimbing dan ketepatan waktunya akan berpengaruh positif dengan kepuasan pelajar terhadap  e-learning.
·      Sikap instruktur terhadap pelajar akan berpengaruh positif tentang kepuasan pelajar dengan e-learning
·      Fleksibilitas program e-learning akan berpengaruh positif dengan kepuasan pelajar terhadap dengan e-learning
·      Kualitas e-learning akan mempengaruhi persepsi pelajar terhadap e-learning
·      Kualitas teknologi akan mempengaruhi persepsi kepuasan pelajar terhadap e-learning.
·      Kualitas internet akan mempengaruhi persepsi kepuasan pelajar terhadap e-learning.
·      Pelajar yg merasakan manfaat dari sistem e-learning akan berpengaruh positif dengan kepuasan pelajar terhadap e-learning
Pembahasan
Dari analisis bertahap, tujuh faktor yang terbukti memiliki hubungan penting dengan kepuasan pelajar terhadap e-learning yaitu kekhawatiran pelajar terhadap komputer, sikap instruktur terhadap e-learning, program e-learning yg fleksibilitas, kualitas program e-learning, manfaat yang dirasakan pelajar terhadap e-learning, kemudahan penggunaan e-learning, dan keragaman dalam penilaiannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,1% varian yg dirasakan pelajar terhadap kepuasannya dalam e-learning.
Kursus e-learning yg fleksibilitas dan berkualitas ,keduanya terbukti  signifikan dalam penelitian ini. Fleksibilitas dari kursus e-Learning merupakan indikasi kuat bagi kepuasan pelajar.
Fleksibilitas program e-learning memainkan peran penting dalam kepuasan yang dirasakan pelajar. Berbeda dengan pembelajaran kelas tradisional, e-learning tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan lokasi, sehingga siswa memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dan banyak kesempatan belajar sendiri dan mengeksplor diri. Dari sudut pandang operasional, terutama untuk siswa dalam melanjutkan pen-didikan, kesempatan ini efektif untuk menyeimbangkan pekerjaan mereka, waktu dengan keluarga, dan kegiatan yang berhubungan dengan e-Learning. Mereka dapat mengatur waktu dengan baik dan tetap menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama.  Lembaga dengan pembelajaran online harus mengeksplorasi keuntungan dari  lingkungan virtual dan kursus desain dengan fleksibilitas maksimum untuk mengakomodasi kebutuhan pelajar.
Kesimpulan
 Sistem pembelajaran e-learning adalah sebuah alternatif untuk pendidikan yg dilakukan secara tatap muka melalui internet. Banyak lembaga menerapkan e -learning untuk memenuhi kebutuhan pelajar , terutama siswa dengan pekerjaan dengan waktu penuh . Sejak e-learning dilakukan menggunakan internet dan World Wide Web , lingkungan belajar menjadi lebih rumit . Awal kepuasan siswa dirasakan dengan teknologi berbasis e-Learning akan menentukan apakah mereka akan menggunakan sistem ini terus-menerus . Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelajar . Sebuah model terpadu dikembangkan dari studi sebelumnya disajikan untuk memandu penelitian .
Dengan tingkat respon 45,7 % , total 295 kuesioner yang valid dikumpulkan . Analisis bertahap dilakukan untuk mempelajari data . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekhawatiran pelajar terhadap komputer , sikap instruktur terhadap e-learning , e-learning kursus yg fleksibilitas , e-learning berkualitas, kegunaan e-learning yg dirasakan , kemudahan yang dirasakan pengguna terhadap e-learning, dan keragaman dalam penilaian adalah faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pelajar . Tujuh faktor ini mampu menjelaskan 66,1 % dari varians kepuasan pengguna .



Jurnal III
Apakah orang pribumi digital (digital natives) mitos atau kenyataan? Mahasiswa yang menggunakan teknologi digital

Intisari
Penelitian ini meneliti tingkat dan sifat mahasiswa yg menggunakan teknologi digital untuk pembelajaran dan bersosialisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan berbagai teknologi yg telah didirikan. Penggunaan alat-alat yg diciptakan dari ilmu pengetahuan ini masih terbilang rendah. 'pribumi digital' atau sering disebut ‘digital natives’ dan mahasiswa teknik cenderung menggunakan alat teknologi dibandingkan dengan 'imigran digital' atau disebut juga ‘digital immigrants’ dan mahasiswa non-teknik(pekerja sosial).
Hubungan ini dimediasi oleh penelitian yg menyatakan sebuah program dibutuhkan  akses yang lebih intensif dan ekstensif dengan teknologi dibandingkan program yg berasal dari pekerjaan sosial. Namun, penggunaan teknologi antara kelompok-kelompok hanya kuantitatif daripada kualitatif. Penelitian ini tidak menemukan bukti untuk membuktikan bahwa orang muda menggunakan gaya belajar yang berbeda secara radikal. Sikap mereka terhadap belajar tampaknya dipengaruhi oleh pendekatan mengajar dari pengajarnya. Mahasiswa masih menggunakan cara manual dalam pembelajaran. Meskipun hanya menggunakan alat kecil untuk penyampaian konten yg tidak harus menggunakan teknologi yg canggih sekalipun. Hasil menunjukkan bahwa meskipun transformasi di bidang pendidikan adalah sah tapi itu  dapat membuat pergeseran pola belajar mahasiswa yg semula tanpa penggunaan teknologi secara berlebihan menjadi ketergantungan terhadap teknologi.

Pendahuluan
Pengertian ‘digital natives’ menurut para ahli:
(Oblinger & Oblinger, 2005; Palfrey & Gasser, 2008; Prensky, 2001; Tapscott, 1998)
Generasi yang lahir setelah tahun 1980 tumbuh dengan akses komputer dan internet yg berpautan dengan teknologi yang cerdas.
Generasi ini telah disebut ‘Pribumi Digital’, ‘milenium’, atau ‘Generasi Jaringan’.

(Prensky 2001)
Mereka yang lahir pada masa atau setelah tahun 1980 adalah 'digital natives' sementara mereka yang lahir sebelum tahun 1980 adalah 'imigran digital'
Para pendukung gagasan ini menggugat bahwa tidak hanya generasi ini yg memiliki kemampuan canggih dalam menggunakan teknologi digital, tetapi juga melalui paparan mereka terhadap teknologi ini mereka telah mengembangkan kapasitas kognitif  radikal dan gaya belajar yg baru.

(Schulmeister, 2008)
Sebuah pemahaman yang bernuansa tentang keluasan dan sifat penggunaan teknologi oleh mahasiswa yg membutuhkan wawasan konteks di mana teknologi itu digunakan, misalnya digunakan untuk kursus desain dibidang pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, geografis, kedekatan antar teman dan keluarga, dan karakteristik psikologis pribadi seperti sosialisasi dan keterbukaan terhadap pengalaman baru.

Latar Belakang
Berbagai penelitian yg telah menyelidiki penggunaan teknologi oleh mahasiswa yg telah diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir ,di Australia, para ahli meneliti terdapat 2.120 mahasiswa dari berbagai fakultas yg menjadi pengguna teknologi.
Penelitian ini difokuskan pada tingkat akses mahasiswa pada penggunaan teknologi yg didirikan untuk belajar. Penelitian ini meneliti alat apa yang digunakan dan seberapa sering mereka menggunakannya. Namun, sifat dan konteks penggunaan teknologi atau bagaimana teknologi digunakan dan untuk tujuan apa  tidak diselidiki.
Hasil penelitian menunjukkan kurangnya homogenitas dalam pola penggunaan teknologi, terutama teknologi yg sering digunakan seperti ponsel dan email. Kennedy et al. (2008) menyimpulkan bahwa "revisi besar-besaran kurikulum untuk mengakomodasi apa yang disebut Pribumi Digital tampaknya tidak dibenarkan" karena "kita tidak bisa berasumsi bahwa menjadi anggota Generasi Jaringan ini identik dengan mengetahui bagaimana menggunakan teknologi strategis untuk mengoptimalkan pengalaman belajar dalam pengaturan universitas ". Namun, temuan ini harus ditangani dengan hati-hati untuk sejumlah alasan.

Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran metode penelitian  dengan fase kuantitatif diikuti oleh fase kualitatif  yang keduanya berasal dari status yang sama ( Johnson & Onwuegbuzie , 2004 ) . Campuran metode penelitian bertujuan untuk memaksimalkan kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif . Sebuah survei kuesioner awal mengeksplorasi jenis alat teknologi yg digunakan mahasiswa dan frekuensi yang mereka gunakan pada alat ini untuk formal dan informal belajar atau bersosialisasi. Pertanyaan kunci fase kuantitatif adalah : " Apa alat teknologi yang digunakan mahasiswa ? "
Selanjutnya , wawancara mendalam dilakukan dengan mahasiswa dan staf . Tujuan dari tahap ini adalah kualitatif, untuk menerangi kompleksitas pilihan mahasiswa untuk menggunakan teknologi tertentu , dengan kata lain 'bagaimana  mahasiswa menggunakan teknologi’ . Wawancara mahasiswa lebih terfokus pada cara-cara di mana mahasiswa yang menggunakan teknologi dengan tujuan dan konteks penggunaan teknologi ( sifat penggunaan teknologi ) . Sebuah pertanyaan kunci adalah : " Bagaimana mahasiswa menggunakan teknologi ? " Untuk memulai dan menjelaskan aspek yang relevan dari pandangan pendidikan terhadap mahasiswa pengguna teknologi.


Hasil
Kepemilikan Umum  Penggunaan Perangkat Keras berdasarkan kepemilikan Subjek dan Usia


Catatan
Hardware device(perangkat keras)            
ponsel,media player,komputer,komputer genggam,laptop,
  game konsol seperti playstation,camera digital,dan lain-lain
Ownership by subject(kepemilikan berdasarkan subjek) 
engineering(mahasiswa teknik) , social work(mahasiswa pekerja sosial)
Ownership by age(kepemilikan berdasarkan usia)
digital natives(pribumi digital), digital immigrants(imigran digital)


Berdasarkan hasil penelitian,pola kepemilikan teknologi usia secara umum mirip dengan kepemilikan berdasarkan subjek, dengan pengecualian kepemilikan komputer pribadi dan kamera digital (proporsi yang lebih besar yaitu dari 'imigran digital' daripada 'pribumi digital' sendiri).


Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang tingkat dan sifat penggunaan teknologi digital mahasiswa dan persepsi mereka tentang nilai pendidikan teknologi tersebut . Hasil membawa kita untuk menyimpulkan bahwa mahasiswa tidak mungkin memiliki karakteristik 'digital natives' . Mahasiswa dalam sampel tampaknya mendukung bentuk pasif dan linier konvensional belajar mengajar . Memang , mereka berharap integrasi teknologi digital dalam belajar mengajar lebih fokus pada penggunaan alat teknologi dan ditetapkan dalam pendidikan yg konvensional . Penggunaan teknologi hanya kuantitatif daripada kualitatif . Mahasiswa umumnya memiliki keahlian dalam penggunaan beberapa alat-alat teknologi yang terkadang melebihi kemampuan dosen. Mahasiswa telah memahami alat yang bisa mereka gunakan dan bagaimana mendukung pembelajaran mereka sendiri . Temuan ini menyatakan bahwa kaum muda memiliki keterampilan teknologi yg canggih dan bisa menambah wawasan mereka lebih luas. 


Penggunaan Laptop di Kelas dan Dampaknya pada Pembelajaran Siswa
Intisari

Baru-baru ini , perdebatan sudah mulai mengenai apakah bantuan laptop di kelas membantu atau menghambat belajar . Sementara beberapa penelitian menunjukkan bahwa laptop dapat menjadi alat belajar yang penting , bukti ini menunjukkan semakin banyak fakultas melarang laptop
dari kelas mereka karena persepsi bahwa mereka mengalihkan perhatian siswa dan mengurangi keinginan siswa untuk belajar . Penelitian saat ini
meneliti sifat penggunaan laptop di kelas dalam kursus atau kuliah dan bagaimana penggunaan yang berhubungan dengan pembelajaran siswa . siswa
melengkapi survei mingguan kehadiran, penggunaan laptop , dan aspek lingkungan kelas . Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa
yang menggunakan laptop di kelas menghabiskan banyak waktu multitasking dan penggunaan laptop menimbulkan gangguan signifikan
untuk kedua pengguna dan sesama siswa . Yang paling penting , tingkat penggunaan laptop yang negatif terkait dengan beberapa ukuran
pembelajaran siswa , termasuk pemahaman yang dilaporkan tentang materi pelajaran dan kinerja program secara keseluruhan. Praktis
implikasi dari penelitian ini dibahas .

Pembahasan
Menurut pendapat para ahli :
(Weaver & Nilson2005)
Komputer, dan terutama laptoptelah menjadi perlengkapan standar dalam pendidikan tinggi karena jumlah Universitas yang menetapkan kegiatan laptop untuk terus berkembang
Brown,Burg,Dominick (1998) dan Brown dan Petitto (2003)
Istilah komputasi di mana-mana. Istilah ini untuk menggambarkan kampus di mana semua mahasiswa dan fakultas memiliki laptop dan semua bangunan yang memiliki akses ke teknologi wi-fi.
(Trimmel&Bachmann,2004)
Bila dibandingkan dengan kelas non-laptop, siswa di kelas laptop melaporkan tingkat yang lebih tinggi partisipasi, lebih tertarik dalam belajardan motivasi yang lebih besar untuk melakukan dengan baik

Metode

Seratus tiga puluh tujuh siswa, dari dua bagian Psikologi Umum diajarkan oleh instruktur yang sama, berpartisipasi dalam penelitian. Semua siswa yang menyelesaikan kursus (yaitu, mengambil semua ujian) yang dimasukkan sebagai peserta. Ada 83 mahasiswa, 41 mahasiswi, 9 junior, dan senior 4. Semua peserta menandatangani persetujuan dan instruktur meyakinkan mereka bahwa semua data akan bersifat rahasia dan bahwa respon survei tidak akan mempengaruhi nilai saja.
Penelitian ini terbatas pada kelas berorientasi kuliah di mana laptop tidak digunakan dalam cara yang terorganisir. Semua siswa di kelas memiliki laptop dengan kemampuan jaringan nirkabel dan kedua ruang kelas yang dilengkapi dengan wi-fi. Siswa diberitahu pada awalnya tentu saja mereka dapat membawa laptop ke kelas untuk mengambil catatan jika mereka ingin, tetapi mereka tidak akan pernah perlu laptop mereka untuk hal lain.
Mahasiswa login ke situs Web program dan menyelesaikan survei mingguan pada berbagai aspek kelas. Sepuluh dari survei mingguan, meliputi dua puluh sesi kelas, berfokus pada kehadiran di kelas, pengalaman kelas,dan laptop yg gunakan. Ini 20 sesi kelas adalah sesi kuliah (sebagai lawan sesi kelas lain di mana waktu kelas terutama ditujukan untuk ujian, film, diskusi, atau kegiatan di kelas). Survei mingguan digunakan untuk meningkatkan akurasi dari tanggapan, karena survei yang mencakup periode lebih lama akan menjadi lebih rentan terhadap distorsi memori dan kontaminasi.

Hasil


Hanya para siswa yang menjawab setidaknya 7 dari 10 survei mingguan yg dimasukkan dalam analisis. Sembilan mahasiswa dari aslinya 137 gagal menyelesaikan 7 survei, meninggalkan tingkat respons keseluruhan 93,4%. Enam puluh lima siswa menyelesaikan semua 10 survei, 38 siswa menyelesaikan 9 survei, 15 siswa menyelesaikan 8 survei, dan 8 siswa menyelesaikan 7 survei . Untuk setiap mata pelajaran,respon untuk setiap item rata-rata semua menyelesaikan survei.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara penggunaan laptop dan pembelajaran siswa. Hubungan ini dianalisis menggunakan regresi linier. Untuk setiap peserta, rasio penggunaan laptop dihitung berdasarkan berapa kali mereka melaporkan kehadiran di kelas dan berapa kali mereka melaporkan menggunakan laptop mereka di kelas.

Kesimpulan

Penelitian ini menimbulkan keprihatinan serius tentang penggunaan laptop di kelas . Siswa mengaku menghabiskan banyak waktu selama kuliah menggunakan laptop mereka untuk hal-hal lain selain mengambil catatan . Lebih penting lagi, penggunaan laptop adalah berhubungan negatif dengan beberapa ukuran pembelajaran . Pola korelasi menunjukkan bahwa penggunaan laptop mengganggu kemampuan siswa untuk memperhatikan dan memahami materi kuliah , yang pada gilirannya menghasilkan nilai tes yang lebih rendah . Hasil analisis regresi jelas menunjukkan bahwa keberhasilan di kelas adalah berhubungan negatif dengan tingkat penggunaan laptop . Jelas, sifat korelasional penelitian ini jelas mencegah hubungan kausal. Ada kemungkinan bahwa siswa yang berjuang di kelas lebih mungkin untuk membawa laptop mereka sebagai pengalih perhatian . Dimasukkannya skor ACT , HRS , dan kehadiran kelas menipiskan penjelasan alternatif untuk beberapa derajat dan membantu mengisolasi pengaruh langsung dari penggunaan laptop di kelas pada pembelajaran . ACT skor , HSR , dan kehadiran harus bertindak sebagai ukuran untuk variabel seperti bakat akademis, persiapan , dan ketelitian . Setelah mengontrol variabel ini, penggunaan laptop masih berhubungan negatif dengan keberhasilan akademis .