Senin, 14 Oktober 2013

Softskill




Jurnal I
Sistem Pembelajaran Aplikasi Berbasis Permainan (Games) di Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Komputer: Dampak terhadap efektivitas pendidikan dan motivasi belajar siswa
Marina Papastergiou *
Lembaga Tinggi Pendidikan Jasmani dan Ilmu Olahraga, Universitas Thessaly, Karyes, 42100 Trikala, Yunani


Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai keefektifan dan daya tarik untuk mempelajari konsep memori komputer yang dirancang sesuai dengan kurikulum Sekolah Menengah Atas Ilmu Komputer  (Computer Science) Yunani  seperti membandingkan aplikasi yang serupa, meliputi tujuan pembelajaran yang sama, namun mengurangi aspek bermain “game”.
Penilitian ini juga meneliti perbedaan gender dalam keefektifan dari pembelajaran game tersebut dan daya tariknya.
Contoh 88 siswa yang secara acak ditugaskan menjadi 2 kelompok salah satunya menggunakan aplikasi permainan (Grup A,=47siswa) dan yang lain tidak menggunakan aplikasi permainan (Grup B,=41siswa). Sebuah Tes Pengetahuan tentang Komputer  digunakan sebagai tes awal dan tes akhir . Siswa juga diamati selama intervensi. Selanjutnya, setelah intervensi, pandangan siswa pada aplikasi yang telah mereka gunakan diperoleh melalui angket tanggapan. Analisis data menunjukkan bahwa aplikasi berbasis permainan lebih efektif  dalam meningkatkan pengetahuan siswa tentang komputer  dan lebih memotivasi siswa daripada aplikasi non-game. Walaupun dalam hal ini anak laki-laki memiliki pengalaman dan keterlibatan yang lebih besar dalam aplikasi permainan pada komputer . Mereka memiliki pengetahuan yang lebih besar  tentang komputer. Keuntungan belajar yang  dicapai melalui penggunaan aplikasi ini tidak berbeda secara signifikan baik anak laki-laki maupun perempuan , aplikasi permainan sama-sama memotivasi mereka.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Sekolah Menengah Atas Ilmu Komputer (CS) pendidikan dari aplikasi permainan komputer  dapat dimanfaatkan seefektif mungkin dan dapat memotivasi tanpa membedakan gender siswa.

Pendahuluan
Pendapat para ahli tentang aplikasi komputer berbasis permainan:
(Oblinger,2004)
Permainan komputer atau disebut juga “games” telah menjadi bagian dari sosial dan budaya lingkungan kita terutama untuk anak-anak dan remaja
(Downes, 1999; Harris, 1999; Mumtaz, 2001)
Kegiatan yg paling sering dilakukan dirumah untuk siapapun adalah yg berhubungan dengan komputer
(McFarlane, Sparrowhawk, & Heald, 2002)
Penelitian menunjukkan bahwa pada umur 7-16 tahun di Inggris , kebanyakan dari mereka adalah pemain game sejati
(Papastergiou & Solomonidou, 2005)
Salah satu alasan utama penggunaan internet di kalangan mahasiswa Yunani yg berusia 12-16 tahun adalah game online.
(Facer, 2003; Kafai, 2001; Kirriemuir & McFarlane, 2004)
Games menjadi peran sentral dalam kehidupan orang-orang muda di luar sekolah dan memegang daya tarik khusus yang ada didalamnya.
(Malone, 1980)
Karakteristik permainan berkontribusi terhadap tantangan, fantasi dan rasa ingin tahu.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai keefektifan belajar dan daya tarik untuk mempelajari konsep memori komputer, yang dirancang atas dasar kurikulum CS SMA Yunani.Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan potensial dalam efektivitas belajar dan daya tarik tiap siswa.

Metode

Aplikasi tanpa adanya basis games dan dengan adanya basis games sama-sama identik untuk tujuan pembelajaran, hanya saja terdapat perbedaan daya tarik siswa terhadap dua aplikasi ini.
Percobaan untuk membandingkan 2 aplikasi ini adalah dengan cara mengikutsertakan siswa untuk mencoba menggunakan 2 aplikasi berbeda dengan tujuan pembelajaran yg sama.
·      Para siswa yang berpartisipasi dibagi menjadi 2 kelompok, grup A dan grup B. Grup A menggunakan aplikasi berbasis game dan grup B aplikasi non-game.
·      Penelitian ini diikuti dengan langkah-langkah menggunakan tes awal dan tes akhir
·      Selanjutnya pandangan siswa terhadap 2 aplikasi yang berbeda ini diperoleh melalui kuesioner (angket tanggapan) siswa terhadap aplikasi masing-masing yang mereka gunakan.

Berdasarkan literatur penelitian,hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut :
Ø Para siswa grup A menunujukkan prestasi lebih besar dalam hal pengetahuan tentang memori komputer dibandingkan grup B
Ø Para siswa grup A membentuk pandangan lebih positif pada aplikasi yg digunakan dibandingkan grup B
Ø Dalam grup A , siswa laki-laki lebih menunjukkan prestasi yg signifikan dibandingkan siswa perempuan dalam hal pengetahuan tentang komputer. Sedangkan grup B tidak menunjukkan perbedaan apapun yg signifikan

Aplikasi berbasis games

LearnMem1 adalah permainan yang sesuai dengan kurikulum CS SMA Yunani dan bertujuan memperkenalkan siswa untuk konsep dasar memori komputer.
Tujuan dari aplikasi ini adalah siswa belajar tentang :
§  bagian-bagian utama dari sistem memori komputer
§  atribut utama yg membedakan berbagai unit memori
§  proses pertukaran informasi dengan unit memori
Dalam desain permainan, unsur-unsur berikut yang menaikkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang telah diterapkan:
§  aturan
§  tujuan yg jelas tapi menantang
§  fantasi yang terkait dengan aktivitas siswa
§  tingkat kesulitan yang progresif
§  interaksi dan tingkat kontrol siswa yang tinggi
§  hasil yang tidak pasti
§  respon yang cepat dan konstruktif
LearnMem1 mendorong pembelajaran aktif dalam suatu lingkungan yang menggabungkan akses ke materi pembelajaran hypermedia, dirakit dalam bentuk halaman web, dengan bermain game. Sementara menjelajahi lingkungan game, siswa juga memiliki kesempatan untuk mencari dan menemukan informasi dalam pemecahan masalah, berpikir keras tentang konsep yang disajikan dalam materi pembelajaran dan untuk menguji pemahamannya tentang konsep tersebut.

Berikut ini adalah potongan gambar dari aplikasi permainan LearnMem1:



Aplikasi berbasis non games
LearnMem2 adalah situs pendidikan di memori komputer. Tujuan pembelajarannya identik dengan LearnMem1LearnMem2 terdiri dari tiga unit tematik, masing-masing terdiri dari materi pembelajaran dan kuis interaktif, dan sesuai dengan ruang masing-masing seperti LearnMem1. Secara khusus, setiap unit tematik terkandung pada halaman Web yang sama. Materi pembelajaran dibagi menjadi beberapa unit, masing-masing dapat diakses melalui tautan navigasi .
Mahasiswa diarahkan ke unit tematik pertama, ketika ia bisa berinteraksi dengan materi pembelajaran dan mengambil kuis masing-masing dan berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuis, ia dapat pindah ke unit tematik berikutnya. Siswa harus menyelesaikan semua unit tematik dan berhasil menjawab semua kuis. Dengan demikian, urutan dasar materi pembelajaran dan pertanyaan sama seperti pada LearnMem1. Setelah memasuki website, siswa memiliki sejumlah peluang trial (setara dengan 'nyawa' dari permainan pada LearnMem1) dan nol poin.
LearnMem2 dikembangkan menggunakan Active Server Pages (ASP) pemrograman serta perangkat lunak untuk pembuatan halaman web, pengolahan gambar dan pembuatan animasi.
Berikut adalah potongan gambar dari aplikasi LearnMem2:



Kesimpulan

Penelitian ini mengevaluasi efektivitas belajar dan daya tarik dalam permainan komputer yg ditargetkan pada pembelajaran konsep memori komputer yang diajarkan dalam bahasa Yunani SMA CS.dibandingkan dengan aplikasi serupa non-game dalam bentuk website.
Aplikasi berbasis game merupakan bentuk permainan yg mengajarkan tentang tujuan  pembelajaran yg sama dengan kurikulum yg ada. Aplikasi ini lebih bekerja efektif dalam mempengaruhi kemauan belajar siswa dibandingkan dengan aplikasi non-game. Aplikasi berbasis game juga menjadi daya tarik gender siswa laki-laki dibanding siswa perempuan karena pengetahuan mereka tentang games pada komputer yg lebih besar dibanding siswa perempuan.

sumber: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0360131508000845






Jurnal II
Apa yang mendorong sistem pendidikan yg menggunakan aplikasi elektronik berbasis internet(e-Learning) yang sukses? Investigasi berdasarkan faktor penentu yang mempengaruhi kepuasan pelajar

Intisari
E–learning muncul sebagai paradigma modern di bidang pendidikan. Di seluruh dunia, pasaran e-learning memiliki tingkat pertumbuhan 35,6 % , namun ada juga kegagalan. Salah satunya ialah mengapa banyak pengguna berhenti belajar secara online setelah pengalaman awal mereka . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan pelajar terhadap pembelajaran e-learning seperti instruktur e-learning yg tidak sesuai atau tidak nyaman. E-learning yg berkualitas tentu saja  mempengaruhi kepuasan pelajar itu sendiri. Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana lembaga meningkatkan kepuasan pelajar dan memperkuat implementasi e-learning mereka.

Pendahuluan
Pengertian E-learning menurut pendapat para ahli:
(Katz, 2000; Katz, 2002; Trentin, 1997)
e-Learning adalah penggunaan teknologi telekomunikasi untuk memberikan informasi untuk pendidikan dan pelatihan bagi para pelajar. E-learning muncul sebagai paradigm modern dalam pendidikan. Keuntungan terbesar e-learning adalah bebas dari keterbatasan ruang dan waktu antara pelajar dan struktur/pembimbing e-learning yg menjadikan jaringan sebagai media pembelajaran.
(Wu, Tsai, Chen, & Wu, 2006)
Karakteristik E-learning memenuhi persyaratan untuk belajar dalam masyarakat yg modern dan telah menciptakan permintaan yang besar dari lembaga pendidikan tinggi.
(Arbaugh, 2002; Arbaugh & Duray, 2002; Aronen & Dieressen, 2001; Chen & Bagakas, 2003; Hong, 2002; Lewis, 2002; Piccoli, Ahmad, & Ives, 2001; Stokes, 2001; Thurmond, Wambach, & Connors, 2002)
Dalam lingkungan e-Learning, beberapa faktor menjelaskan kepuasan pengguna. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi enam dimensi: siswa, guru, program, teknologi, desain sistem, dan dimensi lingkungan
Faktor Penting dalam kepuasan belajar e-learning
E-learning merupakan metode yg sering digunakan lembaga-lembaga yg berkaitan dengan jaringan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran online. Sikap positif terhadap komputer meningkatkan peluang belajar komputer sukses, dan sikap negatif mengurangi minat pelajar terhadap komputer.
Oleh karena itu, penelitian ini menganggap sikap pelajar terhadap komputer merupakan faktor penting dalam kepuasan belajar. Berikut adalah hipotesis tentang asumsi ini:
·      Sikap pelajar terhadap komputer akan berpengaruh positif  tentang kepuasan pelajar dengan e-learning.
·      Sikap khawatir dari pelajar terhadap komputer akan berpengaruh negatif terhadap e-learning
·      Pelajar yg sering menggunakan internet akan mempengaruhi persepsi pelajar terhadap e-learning
·      Respon dari instruktur/pembimbing dan ketepatan waktunya akan berpengaruh positif dengan kepuasan pelajar terhadap  e-learning.
·      Sikap instruktur terhadap pelajar akan berpengaruh positif tentang kepuasan pelajar dengan e-learning
·      Fleksibilitas program e-learning akan berpengaruh positif dengan kepuasan pelajar terhadap dengan e-learning
·      Kualitas e-learning akan mempengaruhi persepsi pelajar terhadap e-learning
·      Kualitas teknologi akan mempengaruhi persepsi kepuasan pelajar terhadap e-learning.
·      Kualitas internet akan mempengaruhi persepsi kepuasan pelajar terhadap e-learning.
·      Pelajar yg merasakan manfaat dari sistem e-learning akan berpengaruh positif dengan kepuasan pelajar terhadap e-learning
Pembahasan
Dari analisis bertahap, tujuh faktor yang terbukti memiliki hubungan penting dengan kepuasan pelajar terhadap e-learning yaitu kekhawatiran pelajar terhadap komputer, sikap instruktur terhadap e-learning, program e-learning yg fleksibilitas, kualitas program e-learning, manfaat yang dirasakan pelajar terhadap e-learning, kemudahan penggunaan e-learning, dan keragaman dalam penilaiannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,1% varian yg dirasakan pelajar terhadap kepuasannya dalam e-learning.
Kursus e-learning yg fleksibilitas dan berkualitas ,keduanya terbukti  signifikan dalam penelitian ini. Fleksibilitas dari kursus e-Learning merupakan indikasi kuat bagi kepuasan pelajar.
Fleksibilitas program e-learning memainkan peran penting dalam kepuasan yang dirasakan pelajar. Berbeda dengan pembelajaran kelas tradisional, e-learning tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan lokasi, sehingga siswa memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dan banyak kesempatan belajar sendiri dan mengeksplor diri. Dari sudut pandang operasional, terutama untuk siswa dalam melanjutkan pen-didikan, kesempatan ini efektif untuk menyeimbangkan pekerjaan mereka, waktu dengan keluarga, dan kegiatan yang berhubungan dengan e-Learning. Mereka dapat mengatur waktu dengan baik dan tetap menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama.  Lembaga dengan pembelajaran online harus mengeksplorasi keuntungan dari  lingkungan virtual dan kursus desain dengan fleksibilitas maksimum untuk mengakomodasi kebutuhan pelajar.
Kesimpulan
 Sistem pembelajaran e-learning adalah sebuah alternatif untuk pendidikan yg dilakukan secara tatap muka melalui internet. Banyak lembaga menerapkan e -learning untuk memenuhi kebutuhan pelajar , terutama siswa dengan pekerjaan dengan waktu penuh . Sejak e-learning dilakukan menggunakan internet dan World Wide Web , lingkungan belajar menjadi lebih rumit . Awal kepuasan siswa dirasakan dengan teknologi berbasis e-Learning akan menentukan apakah mereka akan menggunakan sistem ini terus-menerus . Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelajar . Sebuah model terpadu dikembangkan dari studi sebelumnya disajikan untuk memandu penelitian .
Dengan tingkat respon 45,7 % , total 295 kuesioner yang valid dikumpulkan . Analisis bertahap dilakukan untuk mempelajari data . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekhawatiran pelajar terhadap komputer , sikap instruktur terhadap e-learning , e-learning kursus yg fleksibilitas , e-learning berkualitas, kegunaan e-learning yg dirasakan , kemudahan yang dirasakan pengguna terhadap e-learning, dan keragaman dalam penilaian adalah faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pelajar . Tujuh faktor ini mampu menjelaskan 66,1 % dari varians kepuasan pengguna .



Jurnal III
Apakah orang pribumi digital (digital natives) mitos atau kenyataan? Mahasiswa yang menggunakan teknologi digital

Intisari
Penelitian ini meneliti tingkat dan sifat mahasiswa yg menggunakan teknologi digital untuk pembelajaran dan bersosialisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan berbagai teknologi yg telah didirikan. Penggunaan alat-alat yg diciptakan dari ilmu pengetahuan ini masih terbilang rendah. 'pribumi digital' atau sering disebut ‘digital natives’ dan mahasiswa teknik cenderung menggunakan alat teknologi dibandingkan dengan 'imigran digital' atau disebut juga ‘digital immigrants’ dan mahasiswa non-teknik(pekerja sosial).
Hubungan ini dimediasi oleh penelitian yg menyatakan sebuah program dibutuhkan  akses yang lebih intensif dan ekstensif dengan teknologi dibandingkan program yg berasal dari pekerjaan sosial. Namun, penggunaan teknologi antara kelompok-kelompok hanya kuantitatif daripada kualitatif. Penelitian ini tidak menemukan bukti untuk membuktikan bahwa orang muda menggunakan gaya belajar yang berbeda secara radikal. Sikap mereka terhadap belajar tampaknya dipengaruhi oleh pendekatan mengajar dari pengajarnya. Mahasiswa masih menggunakan cara manual dalam pembelajaran. Meskipun hanya menggunakan alat kecil untuk penyampaian konten yg tidak harus menggunakan teknologi yg canggih sekalipun. Hasil menunjukkan bahwa meskipun transformasi di bidang pendidikan adalah sah tapi itu  dapat membuat pergeseran pola belajar mahasiswa yg semula tanpa penggunaan teknologi secara berlebihan menjadi ketergantungan terhadap teknologi.

Pendahuluan
Pengertian ‘digital natives’ menurut para ahli:
(Oblinger & Oblinger, 2005; Palfrey & Gasser, 2008; Prensky, 2001; Tapscott, 1998)
Generasi yang lahir setelah tahun 1980 tumbuh dengan akses komputer dan internet yg berpautan dengan teknologi yang cerdas.
Generasi ini telah disebut ‘Pribumi Digital’, ‘milenium’, atau ‘Generasi Jaringan’.

(Prensky 2001)
Mereka yang lahir pada masa atau setelah tahun 1980 adalah 'digital natives' sementara mereka yang lahir sebelum tahun 1980 adalah 'imigran digital'
Para pendukung gagasan ini menggugat bahwa tidak hanya generasi ini yg memiliki kemampuan canggih dalam menggunakan teknologi digital, tetapi juga melalui paparan mereka terhadap teknologi ini mereka telah mengembangkan kapasitas kognitif  radikal dan gaya belajar yg baru.

(Schulmeister, 2008)
Sebuah pemahaman yang bernuansa tentang keluasan dan sifat penggunaan teknologi oleh mahasiswa yg membutuhkan wawasan konteks di mana teknologi itu digunakan, misalnya digunakan untuk kursus desain dibidang pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, geografis, kedekatan antar teman dan keluarga, dan karakteristik psikologis pribadi seperti sosialisasi dan keterbukaan terhadap pengalaman baru.

Latar Belakang
Berbagai penelitian yg telah menyelidiki penggunaan teknologi oleh mahasiswa yg telah diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir ,di Australia, para ahli meneliti terdapat 2.120 mahasiswa dari berbagai fakultas yg menjadi pengguna teknologi.
Penelitian ini difokuskan pada tingkat akses mahasiswa pada penggunaan teknologi yg didirikan untuk belajar. Penelitian ini meneliti alat apa yang digunakan dan seberapa sering mereka menggunakannya. Namun, sifat dan konteks penggunaan teknologi atau bagaimana teknologi digunakan dan untuk tujuan apa  tidak diselidiki.
Hasil penelitian menunjukkan kurangnya homogenitas dalam pola penggunaan teknologi, terutama teknologi yg sering digunakan seperti ponsel dan email. Kennedy et al. (2008) menyimpulkan bahwa "revisi besar-besaran kurikulum untuk mengakomodasi apa yang disebut Pribumi Digital tampaknya tidak dibenarkan" karena "kita tidak bisa berasumsi bahwa menjadi anggota Generasi Jaringan ini identik dengan mengetahui bagaimana menggunakan teknologi strategis untuk mengoptimalkan pengalaman belajar dalam pengaturan universitas ". Namun, temuan ini harus ditangani dengan hati-hati untuk sejumlah alasan.

Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran metode penelitian  dengan fase kuantitatif diikuti oleh fase kualitatif  yang keduanya berasal dari status yang sama ( Johnson & Onwuegbuzie , 2004 ) . Campuran metode penelitian bertujuan untuk memaksimalkan kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif . Sebuah survei kuesioner awal mengeksplorasi jenis alat teknologi yg digunakan mahasiswa dan frekuensi yang mereka gunakan pada alat ini untuk formal dan informal belajar atau bersosialisasi. Pertanyaan kunci fase kuantitatif adalah : " Apa alat teknologi yang digunakan mahasiswa ? "
Selanjutnya , wawancara mendalam dilakukan dengan mahasiswa dan staf . Tujuan dari tahap ini adalah kualitatif, untuk menerangi kompleksitas pilihan mahasiswa untuk menggunakan teknologi tertentu , dengan kata lain 'bagaimana  mahasiswa menggunakan teknologi’ . Wawancara mahasiswa lebih terfokus pada cara-cara di mana mahasiswa yang menggunakan teknologi dengan tujuan dan konteks penggunaan teknologi ( sifat penggunaan teknologi ) . Sebuah pertanyaan kunci adalah : " Bagaimana mahasiswa menggunakan teknologi ? " Untuk memulai dan menjelaskan aspek yang relevan dari pandangan pendidikan terhadap mahasiswa pengguna teknologi.


Hasil
Kepemilikan Umum  Penggunaan Perangkat Keras berdasarkan kepemilikan Subjek dan Usia


Catatan
Hardware device(perangkat keras)            
ponsel,media player,komputer,komputer genggam,laptop,
  game konsol seperti playstation,camera digital,dan lain-lain
Ownership by subject(kepemilikan berdasarkan subjek) 
engineering(mahasiswa teknik) , social work(mahasiswa pekerja sosial)
Ownership by age(kepemilikan berdasarkan usia)
digital natives(pribumi digital), digital immigrants(imigran digital)


Berdasarkan hasil penelitian,pola kepemilikan teknologi usia secara umum mirip dengan kepemilikan berdasarkan subjek, dengan pengecualian kepemilikan komputer pribadi dan kamera digital (proporsi yang lebih besar yaitu dari 'imigran digital' daripada 'pribumi digital' sendiri).


Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang tingkat dan sifat penggunaan teknologi digital mahasiswa dan persepsi mereka tentang nilai pendidikan teknologi tersebut . Hasil membawa kita untuk menyimpulkan bahwa mahasiswa tidak mungkin memiliki karakteristik 'digital natives' . Mahasiswa dalam sampel tampaknya mendukung bentuk pasif dan linier konvensional belajar mengajar . Memang , mereka berharap integrasi teknologi digital dalam belajar mengajar lebih fokus pada penggunaan alat teknologi dan ditetapkan dalam pendidikan yg konvensional . Penggunaan teknologi hanya kuantitatif daripada kualitatif . Mahasiswa umumnya memiliki keahlian dalam penggunaan beberapa alat-alat teknologi yang terkadang melebihi kemampuan dosen. Mahasiswa telah memahami alat yang bisa mereka gunakan dan bagaimana mendukung pembelajaran mereka sendiri . Temuan ini menyatakan bahwa kaum muda memiliki keterampilan teknologi yg canggih dan bisa menambah wawasan mereka lebih luas. 


Penggunaan Laptop di Kelas dan Dampaknya pada Pembelajaran Siswa
Intisari

Baru-baru ini , perdebatan sudah mulai mengenai apakah bantuan laptop di kelas membantu atau menghambat belajar . Sementara beberapa penelitian menunjukkan bahwa laptop dapat menjadi alat belajar yang penting , bukti ini menunjukkan semakin banyak fakultas melarang laptop
dari kelas mereka karena persepsi bahwa mereka mengalihkan perhatian siswa dan mengurangi keinginan siswa untuk belajar . Penelitian saat ini
meneliti sifat penggunaan laptop di kelas dalam kursus atau kuliah dan bagaimana penggunaan yang berhubungan dengan pembelajaran siswa . siswa
melengkapi survei mingguan kehadiran, penggunaan laptop , dan aspek lingkungan kelas . Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa
yang menggunakan laptop di kelas menghabiskan banyak waktu multitasking dan penggunaan laptop menimbulkan gangguan signifikan
untuk kedua pengguna dan sesama siswa . Yang paling penting , tingkat penggunaan laptop yang negatif terkait dengan beberapa ukuran
pembelajaran siswa , termasuk pemahaman yang dilaporkan tentang materi pelajaran dan kinerja program secara keseluruhan. Praktis
implikasi dari penelitian ini dibahas .

Pembahasan
Menurut pendapat para ahli :
(Weaver & Nilson2005)
Komputer, dan terutama laptoptelah menjadi perlengkapan standar dalam pendidikan tinggi karena jumlah Universitas yang menetapkan kegiatan laptop untuk terus berkembang
Brown,Burg,Dominick (1998) dan Brown dan Petitto (2003)
Istilah komputasi di mana-mana. Istilah ini untuk menggambarkan kampus di mana semua mahasiswa dan fakultas memiliki laptop dan semua bangunan yang memiliki akses ke teknologi wi-fi.
(Trimmel&Bachmann,2004)
Bila dibandingkan dengan kelas non-laptop, siswa di kelas laptop melaporkan tingkat yang lebih tinggi partisipasi, lebih tertarik dalam belajardan motivasi yang lebih besar untuk melakukan dengan baik

Metode

Seratus tiga puluh tujuh siswa, dari dua bagian Psikologi Umum diajarkan oleh instruktur yang sama, berpartisipasi dalam penelitian. Semua siswa yang menyelesaikan kursus (yaitu, mengambil semua ujian) yang dimasukkan sebagai peserta. Ada 83 mahasiswa, 41 mahasiswi, 9 junior, dan senior 4. Semua peserta menandatangani persetujuan dan instruktur meyakinkan mereka bahwa semua data akan bersifat rahasia dan bahwa respon survei tidak akan mempengaruhi nilai saja.
Penelitian ini terbatas pada kelas berorientasi kuliah di mana laptop tidak digunakan dalam cara yang terorganisir. Semua siswa di kelas memiliki laptop dengan kemampuan jaringan nirkabel dan kedua ruang kelas yang dilengkapi dengan wi-fi. Siswa diberitahu pada awalnya tentu saja mereka dapat membawa laptop ke kelas untuk mengambil catatan jika mereka ingin, tetapi mereka tidak akan pernah perlu laptop mereka untuk hal lain.
Mahasiswa login ke situs Web program dan menyelesaikan survei mingguan pada berbagai aspek kelas. Sepuluh dari survei mingguan, meliputi dua puluh sesi kelas, berfokus pada kehadiran di kelas, pengalaman kelas,dan laptop yg gunakan. Ini 20 sesi kelas adalah sesi kuliah (sebagai lawan sesi kelas lain di mana waktu kelas terutama ditujukan untuk ujian, film, diskusi, atau kegiatan di kelas). Survei mingguan digunakan untuk meningkatkan akurasi dari tanggapan, karena survei yang mencakup periode lebih lama akan menjadi lebih rentan terhadap distorsi memori dan kontaminasi.

Hasil


Hanya para siswa yang menjawab setidaknya 7 dari 10 survei mingguan yg dimasukkan dalam analisis. Sembilan mahasiswa dari aslinya 137 gagal menyelesaikan 7 survei, meninggalkan tingkat respons keseluruhan 93,4%. Enam puluh lima siswa menyelesaikan semua 10 survei, 38 siswa menyelesaikan 9 survei, 15 siswa menyelesaikan 8 survei, dan 8 siswa menyelesaikan 7 survei . Untuk setiap mata pelajaran,respon untuk setiap item rata-rata semua menyelesaikan survei.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara penggunaan laptop dan pembelajaran siswa. Hubungan ini dianalisis menggunakan regresi linier. Untuk setiap peserta, rasio penggunaan laptop dihitung berdasarkan berapa kali mereka melaporkan kehadiran di kelas dan berapa kali mereka melaporkan menggunakan laptop mereka di kelas.

Kesimpulan

Penelitian ini menimbulkan keprihatinan serius tentang penggunaan laptop di kelas . Siswa mengaku menghabiskan banyak waktu selama kuliah menggunakan laptop mereka untuk hal-hal lain selain mengambil catatan . Lebih penting lagi, penggunaan laptop adalah berhubungan negatif dengan beberapa ukuran pembelajaran . Pola korelasi menunjukkan bahwa penggunaan laptop mengganggu kemampuan siswa untuk memperhatikan dan memahami materi kuliah , yang pada gilirannya menghasilkan nilai tes yang lebih rendah . Hasil analisis regresi jelas menunjukkan bahwa keberhasilan di kelas adalah berhubungan negatif dengan tingkat penggunaan laptop . Jelas, sifat korelasional penelitian ini jelas mencegah hubungan kausal. Ada kemungkinan bahwa siswa yang berjuang di kelas lebih mungkin untuk membawa laptop mereka sebagai pengalih perhatian . Dimasukkannya skor ACT , HRS , dan kehadiran kelas menipiskan penjelasan alternatif untuk beberapa derajat dan membantu mengisolasi pengaruh langsung dari penggunaan laptop di kelas pada pembelajaran . ACT skor , HSR , dan kehadiran harus bertindak sebagai ukuran untuk variabel seperti bakat akademis, persiapan , dan ketelitian . Setelah mengontrol variabel ini, penggunaan laptop masih berhubungan negatif dengan keberhasilan akademis .